Dari Berlin Ke Aceh: Begini Ceritanya!
Nunggu Metro di Berlin |
Biasanya saya baru packing beberapa jam sebelum jalan, tapi untuk kepulangan kali ini saya sudah packing sehari sebelumnya. Terasa aneh memang untuk backpaker yang sering membuat rencana perjalanan diatas kendaraan, bukan seperti pelancong kebanyakan yang suka buat planning jauh jauh hari sebelumnya. Pukul 9.00 pagi waktu Berlin, saya sudah siap berkemas, baju sudah dipakai, ransel yang sudah 6 tahun menemani perjalanan saya ke berbagai lorong dunia kini sudah penuh, koper yang saya beli dengan bidding di ebay beberapa waktu lalu juga telah terkunci, tidak muat lagi, hanya ransel kecil yang masih kosong, menunggu diisi dengan laptop dan surat surat-surat penting seperti biasa. Ransel besar dan koper kuning nantinya akan saya masukkan ke bagasi peawat, sedang ransel kecil akan kubawa bersama ke kabin.
Tiba di Berlin Hbf, suasana ramai, namun tidak sesak apalagi tidak beraturan seiperti di kampung kita. Stasiun utama ibukota Jerman ini sudah penuh dengan penumpang yang baru tiba atau akan meninggalkan Berlin. Kulihat layar informasi yang besar tertempel di dinding Stasiun, kereta mana yang harus kunaiki untuk ke Hamburg Hbf. Dengan kereta cepat Jerman ICE, perjalanan kedua kota ini butuh waktu sekitar 2 jam, dari Hamburg Hbf saya harus ganti kereta bandara selama setengah jam. Pas jam 10.08 kereta ICE yang akan membawaku tiba, berhenti sekitar 2 menit untuk turun naik penumpang, dan kembali bergerak pukul.10.10 seperti yang tertulis di jadwal keberangkatan di papan tadi. Untuk urusan ketepatan waktu, Jerman memang susah di tandingi.
Berlin Hbf |
Tiba di Hamburg, tak ada penumpang lagi di counter check in, saya lihat jam tangan, memang sebentar lagi mau boarding dan memang saya sudah telat. Tetap saja saya dekati bapak bapak di konter untuk kutitipkan bagasi, saya bilang kalau sudah cek in online. Walau dengan nada protes karena terlambat, mereka tetap melayani, saya beralasan "der Zug warst verspätung", tapi mereka tidak mau mendengar alasan. Ah cuek saja, yang penting bagasinya tak harus dibawa kedalam kabin.
Diimigrasi tak terlalu bermasalah, si bapak custom hanya melihat sekilas paspor saya dan kemudian langsung diserahkan kembali. "Danke!" ucap saya sambil berlalu, berlalu ke gate dimana pesawat sudah menunggu.
Baca Juga: Pengalaman Terbang dengan Qatar Airlines
Tiba di Gate, penumpang sedang boarding, masuk ke perut burung besi yang paling besar yang pernah dibuat hingga kini, Airbus A380-800. wah, beruntungnya saya bisa naik burung besi ini.
Emirates A380-800 |
Didalam pesawat, tak banyak yang saya lakukan, membaca saya lagi malas, hanya makan, nonton, makan, tidur. penumpang di samping juga kurang bersahabat, sehingga kepulangan kali ini serasa basi didalam pesawat, gak bisa kenalan dengan orang baru, ilmu baru dan informasi baru. Tidur saja lah.
Sekitar 6 jam kemudian, pesawat mendarat di Bandara Dubai, UEA. Semua penumpang wajib turun untuk transit dan ganti pesawat. beruntung kali ini aku hanya transit 4 jam di negara kaya minyak ini, pernah saya transit 10 jam, sesuai dengan tiketnya yang tiket promo.
Sekitar 6 jam kemudian, pesawat mendarat di Bandara Dubai, UEA. Semua penumpang wajib turun untuk transit dan ganti pesawat. beruntung kali ini aku hanya transit 4 jam di negara kaya minyak ini, pernah saya transit 10 jam, sesuai dengan tiketnya yang tiket promo.
Penampakan dalam pesawat emirates |
Dari Dubai perjalanan di lanjutkan ke Kuala Leuhob, disini juga transit sekitar 6 jam. Dari KLIA saya juga harus pindah ke LCCT alias bandara murah yang du darati Air Asia, karena saya tiba waktu sore di KL, pesawat yang tersedia hanya ke Medan, karena AA ke Aceh terbangnya siang dari LCCT., Sebenarnya bisa saja menginap semalam di KL, dan besoknya baru naik peswat ke Aceh. Tapi saya penasaran dengan Bandara Kuala Namu di Medan yang baru diresmikan saat itu membuat saya memilih terbang ke medan saja, Lalu baru naik bus ke Aceh.
Penerbangan dari KL ke KNO hanya butuh satu jam, dan butuh satu jam juga naik Damri dari Bandara ke Kota Medan. Dari pemberhentian Damri di sekitaran plaza medan, aku juga butuh hampir sejam untuk ke gudang bus kurnia ke Aceh. Mentang mentang aku tidak tahu medan, Bang becak senang sekali mengajakku jalan-jalan, padahal sudah malam.
Makanan dalam pesawat Emirates |
Tiba di Gudang Kurnia, Bus nya sudah penuh, sialnya bus hanya berangkat sampai Sigli, yang berarti saya harus naik L300 lagi ke Banda Aceh. Syukur L300 ini langsung mengantarku ke rumah kami di kawasan lambhuk.
Serasa penerbangan pulang kali ini sangat komplit, hampir semua moda kendaraan saya naiki. Mulai naik U-bahn dari rumah ke terminar di Berlin, kemudian naik kereta cepat ICE, Naik kereta bandara, Naik pesawat gede Airbus A380-800, sambung lagi dengan pesawat besar Boeing 777-300, Kemudian naik bus transit dari KLIA ke LCCT, Naik Airbus 230 nya Air Asia, Sambung lagi dengan Damri, Becak Medan, Bus Kurnia hingga L300. Saya rasa hanya andong dan labi labi yang tidak ada.
Baca Juga: pengalaman Naik Pesawat Emirates Terbesar A380
Sekian kisah ini, kapan kapan di sambung lagi :)
Hawa saya lah..
ReplyDelete