Kesehatan Jiwa di Aceh 10 Tahun Setelah Tsunami, Behind the Scene!
Pasien di RSJ Banda Aceh |
Alhamdulillah, paper yang sudah kita kerjakan sejak 2014 silam akhirnya diterima di Asian Journal of Psychiatry, tepatnya tanggal 1 Januari 2016 kemarin. Ide penulisan review ini berawal dari diskusi dengan co author, khususnya Ibu Yessi yang sering bercerita kalau kawan-kawan di provinsi lain suka nanya, bagaimana progres kesehatan jiwa di Aceh? Kenapa Aceh berbeda, kenapa ini kenapa itu. Sudah jadi rahasia umum kalau setelah tsunami, sistem kesehatan jiwa di Aceh bangkit dari nol, dan kemudian menjadi (salah satu) yang terbaik di Indonesia. Fakta inilah yang kemudian menjadi tanda tanya kawan-kawan di provinsi lain.
Sering Ibu Yessi dapat undangan ke provinsi lain, baik dalam seminar atau kegiatan lain, untuk menceritakan perkembangan kesehatan jiwa di Aceh. Mereka sebenarnya sangat puas dengan presentasi dan cerita yang di sampaikan, "tapi kalau mereka mau cite ke tulisan atau keperluan akademik, kan tidak lucu kalau hanya dari cerita saya saja" sebut beliau suatu waktu. Akhirnya kita putuskan untuk membuat review mengenai kesehatan jiwa di Aceh, tepatnya 10 tahun pasca tsunami 2004 silam.
Proses penulisan review ini (yang oleh jurnal dianggap sebagai country report) bisa dibilang susah-susah sulit, karena memang data yang mendukung, publikasi ilmiah, juga catatan-catatan kegiatan masih sangat terbatas. Jadinya kita harus meraba-raba, memilah mana catatan yang valid, layak untuk kita masukkan, dan sesuai dengan kaidah ilmiah tentunya. Publikasi ilmiah mengenai kesehatan jiwa di Aceh juga bisa dihitung pakai jari, ya jari tangan tambah jari kaki lah, jadinya jangankan untuk membuat ke sistematik review, mau mulai dari mana saja juga membingungkan.
Setelah draft pertama selesai dan kita mulai internal review, bencananya datang lagi, karena ternyata banyak sekali yang harus kita hilangkan dan banyak sekali informasi yang juga harus kita tambahkan. Untung co-author lokal (ibu Yessi maksudnya) selalu siap diganggu saya via email. Bahkan kalau lagi butuh darurat, langsung saya telpon dari Berlin, "bu ada data ini tidak? ini kayaknya harus kita tambahkan, bisa ibu cek lagi bisa begini?" gitu-gitulah kalau sudah telponan antar benua, berapa pulsa jalan kadang suka lupa, yang penting datanya ada.
Syukurnya, setelah semua kita setuju dengan versi final dan manuskripnya saya kirim ke jurnal akhir juli silam, manuskripnya langsung diterima untuk di review. Dan bulan Desember 2015, komentar reviewernya kita peroleh dan kagetnya begitu membaca komentar salah satu reviewer, "sangat bagus, menarik dan informatif", sangat singkat, tanpa permintaan untuk penjelasan ini itu lagi. Jadinya proses internal review yang panjang dan melelahkan kemarin memang sangat membantu, karena memang co-author saya juga reviewer ahli juga, jadinya sudah tahu pasti apa yang bakal ditanya reviewer.
Mengenai apa yang ada didalam jurnal, apa yang kami tulis dan sebagainya, mungkin bisa langsung dibaca disini : mental health in Aceh: 10 Yrs After tsunami 2004. Untuk summary dalam bahasa Indonesia, mungkin kapan-kapan saja saya tuliskan. Semoga!
Post a Comment