Tidak Serunya Lebaran di Eropa
Somewhere in Brussel |
Musim dingin memang belum resmi memeluk Eropa, tapi hawa dingin di pagi itu memaksa saya untuk membalut baju koko saya dengan jaket tebal. Maklum, selama musim panas, saya berpakain lebih santai, hanya dengan memakai baju kaos dan celana training plus sepatu sport. Sekitar jam 08.00, saya dan dua orang kawan sudha bersiap, bergerak menuju ke Kantor Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Berlin. Ya, seperti biasa, pelaksanaan shalat ied, baik iedul fitri maupun iedul adha oleh masyarakat indonesia yang tinggal di Berlin, Jerman, selalu dilaksanakan di Aula KBRI Berlin.
Meski dari mesjid kita bisa naik bus 123, kami memutuskan untuk jalan kaki, karena memang letak mesjid Indonesia dengan KBRI sangatlah dekat, sekitar 15 menit jalan kaki. Tiba di dekat gedung, wajah-wajah indonesia makin ramai menuju ke KBRI, dan setelah sampai di dalam, ternyata aulanya sudah hamppir penuh. Sebelum masuk, panitia membagikan kantong plastik kepada setiap jamaah, sebagai tempat untuk menyimpan sepatu, tanpa plastik sepatu yang saling ditindih bisa kotor. Masuk kedalam, saya langsung duduk di shaf yang masih kosong, dan langsung ikut takbiran.
Tepat jam 09.00, pak khatib mengumumumkan kalau shalat akan dimulai dan setelah itu baru diikuti dengan khutbah dan ceramah idul adha. Selesai ceramah, kami saling bersalam, salaman, dan disini saya bisa bersalaman dengan pak Dubes RI untuk Jerman, Pak Fauzi Bowo yang dulunya juga adalah gubernur DKI. Selesai bersalam-salaman, kamipun sempat untuk berfoto bersama dengan pak Dubes. Baru setelah selesai foto, kami kembali turun ke halaman KBRI untuk menyantap hidangan yang disediakan pihak KBRI.
Harus diakui, menu lebaran di Berlin kali jauh lebih sedikit dibandingkan dengan menu yang disiapkan oleh keluarga jika berlebaran di kampung. Lebaran di kampung pasti dilengkapi dengan timbhan, rendang, lontong sayur, dan makanan-makanan lain yang namanya tak semuanya saya hafal, tapi pasti lahap saya makan. Lebaran di Berlin hanya di lengkapi dengan menu daging sapi dan kambing, plus lontong, itu saja. Tidak ada kue kue khas, apalagi makanan berat lainnya. Ini buktinya.
Meski dengan makanan seadanya, kami tetap bersyukur karena masih diberi kesempatan untuk bertemu dengan kawan-kawan di perantauan, dan tentunya untuk melaksanakan ibadah sunat yang hanya setahun sekali ini. Sambil menikmati hidangan ala kadar, kita saling berbagi cerita, umumnya tentang masalah di perkuliahan, atau di pekerjaan yang kita hadapi selama tinggal di Jerman. Masih beruntung saya punya waktu untuk shalat dan makan di KBRI, karena banyak juga kawan yang umumnya mahasiswa, tidak bisa melaksanakan shalat ied karena harus ikut kuliah dan sebagainya.
Sekitar jam 11, setelah makan selesai, kami pun beranjak pulang, dan pulangnya bukan ke rumah sendiri, atau bersilaturrahmi ke rumah tetangga atau teman, tapi harus pulang ke kampus, karena memang di Jerman saat itu bukan hari libur, jadi kita harus tetap masuk ke kampus atau masuk kerja setelah kegiatan shalat ied nya selesai. Sekian.
Post a Comment