Wahai Emak-emak, Mari Kita Teriak Ke Perokok Di Sekitar Kita
Saya
heran, kenapa perokok selalu seenaknya merokok disekitar orang yang tidak
merokok. Mereka tak pernah merasa bersalah, bahkah merasa harus “dihormati”
oleh orang yang tidak merokok. Naik ke dalam angkot, hidupin rokok, asap
disebut keluar, orang yang disamping yang harus tutup mulut dan hidung,
tersiksa oleh perokok yang tak bertanggung jawab. Di rumah sakit yang
seharunsya bebas rokok, mereka balah dengan santainya merokok di bawah papan
tulisan “dilarang merokok di lingkungan rumah sakit”. Entah
mereka buta, atau tidak bisa membaca tulisan tersebut, yang penting nafsu
nikotin mereka terpenuhi, terserah orang sekitar bagaimana. Luar binasa.
Sakit
jiwa? Iya, kecanduan zat adiksi merupakan salah satu diagnosa gangguan jiwa.
Dan nikotin adalah salah satu zat yang ada dalam rokok tersebut. Jadi
seharusnya benar kalau perokok disebut mengalami ganggun jiwa.
Okelah
kita rakyat biasa gak punya power yang besar untuk protes, bagaimana dengan
pemerintah? Setali tiga uang, banyak yang menganggap cukai tembakau banyak
sekali menyumbang devisa negara, selain pendapatan dari petani dan pekerja
pabrik rokok tentunya. Padahal kalkulasi ilmiah telah dibuktikan bahwa ternyata
negara lebih banyak ruginya karena harus menagunggu biaya kesehatan akibat
masyarakatnya sakit karena rokok, baik perokok aktif maupun pasif.
Bagaimana
dengan ulama? Ini juga komplicated. Banyak ulama NU yang diam saja (dianggap
makruh gitu) terhadap persoalan rokok ini. Mungkin karena banyak dari mereka
yang merokok? Hanya mereka yang tahu. Sedangkan ulama muhammadiyah sudah dengan
jelas menyatakan kalau rokok itu HARAM. Sayang fatwa ini hanya diamali oleh
sebahagian saudara2 di muhammadiyah saja. Sedang ulama NU entah apa yang jadi
pertimbangan untuk mengharamkan rokok ini. Padahal dalam Al-Quran sudah jelas
disebutkan kalau barang yang tidak
“thayyib”, maka haram hukumnya untuk dimakan. Wallahu a’lam.
Tadi
saya marah sama sopir bus yang merokok sambil bawa mobil, padahal mobil ini
full AC, layanannya bagus dan pastinya lebih mahal. Karena lagi badmood,
akhirnya saya serang saja itu sopir, saya tenya kenapa merokok, padahal
jelas-jelas itu mobil full AC, dan penumpangnya ada anak-anak. Dia sempat
mengelak, katanya ada pembatas sopir, ketika saya tanya dimana pembatasnya, dia
malah malah mengalihkan pembicaraan. Tapi akhirnya rokoknya dibuang.
Teringat
juga waktu lagi nunggu bus di sebuah halte di Berlin dulu. Ketika saya lagi
duduk sambil baca buku, ada padangan anak muda jerman yang juga duduk di dekat
saya sambil cerita cerita, sama-sama nunggu bus. Belakangan ada orang tua
datang dan merokok di dekat kami. Begitu orang tua tersebut merokok, kedua anak
muda ini langsung mengingatkan si bapak agar jangan merokok di tempat umum. Si
bapak sempat “ngeles” dengan alasan kalau itu tempat terbuka, dan letaknya juga
jauh dari keramaian. Tetap saja alasan ini tidak diterima kedua anak muda tadi.
Karena terus ribut, orang lain yang gak merokok ikut-ikutan mensupport si anak
muda, yang akhirnya membuat si perokok pindah tempat.
Nah,
dari dua cerita diatas, kalau saja kita yang bukan perokok berani buka suara,
memprotes orang yang merokok sembarangan, niscaya jumlah perokok sembarangan
akan berkurang, atau setidaknya mereka tidak akan semena-mena lagi menghisap
asap yang gak penting itu. Saya yakin kalau semua orang “speak up”, kita akan
lebih kuat, apalagi kalau yang protes itu emak emak, dijamin bapak-bapak
manapun didunia ini akan tanduk, karena the power of emak-emak ini belum ada
tandingannya.
Ayo
mak, mari kita maki dengan santun perokok sembarangan di sekitar kita? Bisa?
itu di foto daging apa yang dibakar bang?
ReplyDeletedaging ayam, daging kambing dan ketoke alias pisang :)
Deletekok emak2 yang diajak?
ReplyDeletekerana emak-emak punya power yang ruar biasa :)
Delete